Wednesday, April 10, 2013


KOMPONEN-KOMPONEN PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM 

Komponen-komponen psikologi bermakna konsep-konsep dasar yang merupakan asumsi dasar bagi pembentukan teori psikologi islam. Asumsi-asumsi dasar tersebut di formulasi dari pemahaman yang mendalam terhadap konsep-konsep Al-Quran tentang manusia. sedikitnya ada empat elemen dasar yang dijadikan sebagai pembentukan teori psikologi islam, yakni teori tentang psikis jiwa manusia, teori tentang struktur motivasi, teori tentang struktur fungsi jiwa manusia dan teori tentang struktur kebenaran yang digunakan dalam psikologi islam.

Psikologi islam adalah pandangan islam terhadap ilmu psikologi modern dengan berbagai aspek. Psikologi islam merupakan usaha untuk membangun sebuah teori dari khazanah kepustakaan Islam, baik dari Al-Quran ataupun Hadist.

A.         Struktur Psikis Jiwa Manusia Menurut Islam

Menurut Webstre’s New World College Dictionary istilah structure berasal dari beberapa kata dalam bahasa latin, diantaranya: structur yang artinya bangunan, structus atau stuere yang berarti menyusun. Makna-makna itu dapat menunjuk kepada bangunan dalam arti fisik konkret, seperti gedung, dan dalam arti abstrak seperti struktur sosial.

Jean Peaget dalam bukunya berjudul structuralism menjelaskan tiga ciri struktur yaitu keseluruhan, perubahan bentuk, dan mengatur diri sendiri. Berdasarkan itu, dapat dikemukakan dua karakteristik khas, yakni pertama struktur merupakan rangkaian atau jaringan dari unsur-unsur. Kedua kriteria itu dapat digunakan pada struktur dalam arti fisik, material maupun abstrak-immaterial.

Pengertian dari manusia itu sendiri menurut Islam dalam Al-Qur’an ada beberapa kata untuk merujuk kepada arti manusia yang insan, basyar, dan bani Adam. Kata basyar terampil dari akar kata yang pada mulanya berarti “penampakan sesuatu yang baik dan indah”. Dari akar kata yang sama, lahirnya kata basyarah yang berarti kulit. Kata insan diambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak.

Teori Freud tentang kepribadian manusia mendapat kecaman, maka di tawarkannya manusia dalam perspektif Islam. Secara psikis, manusia juga memiliki aspek-aspek dan dimensi-dimensi psikis yang membentuk suatu struktur atau komposisi totalitas psikis manusia. ketiga aspek tersebut adalah aspek jasmaniah, aspek nafsiah, dan aspek rohaniah. Dan kelima dimensi psikis manusia tersebut mencakup : al nafsu, al aql, al qlab, al ruh dan al fitrah 

B.        Formulasi Struktur Psikis manusia dengan Pendekatan Filsafat

Al-Zahabi menjelaskan bahwa metode tafsir dengan pendekatan filsafat ada dua macam yaitu : pertama, mentakwilkan teks agama dan hakikat syariat sesuai pandangan filsafat. Kedua, menjelaskan teks agama dan hakikat syariat dengan pendapat dan teori-teori filsafat.

Al-Ghazali dalam salah satu bukunya menguraikan bahwa eksistensi manusia terdiri dari al-nafs, al-ruh dan al-jism. Al-nafs adalah substansi yang berdiri sendiri dan tidak bertempat ditubuh (al-jism). Sedangkan al-ruh adalah panas alami yang mengalir pada pembuluh-pembuluh darah, otot-otot dan syaraf-syaraf. Sedangkan al-jism adalah sesuatu yang tersusun dari unsur-unsur materi.

Para filosof menggunakan istilah lain dalam menjelaskan psikis manusia, istilah-istilah tersebut adalah al-ajsam, al-nufus, dan al-uqul. Al-ajsam berada pada posisi yang rendah karena berada pada proses terakhir dalam penciptaan, sehingga sangat jauh dari sumber wujud. Sementara al-uqul berada sangat dekat dari sumber wujud. Wujud pertama setelah sumbernya adalah al-aql al-awwal (akal pertama).

                Al-ajsam dan al-uqul mempunyai sifat dasar yang berbeda dan bertentangan. Al-ajsam adalah substansi material yang bersifat pasif, sedangkan al-uqul merupakan substansi immaterial yang murni dan berhubungan dengan wujud-wujud abstrak.

Persamaan antara al-nufus dengan al-uqul bahwa keduanya sama-sama immateri, bukan materi, serta keduanya sama-sama memiliki daya-daya. Sedangkan persamaan dengan al-ajsam bahwa keduanya sama-sama memiliki keterikatan kepada sesuatu diluar dirinya dalam mengaktualisasikan daya-daya.

Jadi dapat dijelaskan bahwa esensi manusia sebagai representasi dari al-uqul dan al-aql. Karena al-aql tidak dapat berhubungan langsung dengan badan, maka ia memerlukan penghubung.

                Komposisi jiwa manusia terdiri dari tiga tingkatan jiwa yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan (al-nafs al-nabatiyyah), jiwa hewan/binatang (al-nafs al-hayawaniyah), dan jiwa rasional (al-nafs al-natiqah).

Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya : daya makan (al-gaziyah, nutrition), daya tumbuh (al-munmiyah, growth) dan daya berkembang (al-muwallidah, reproduction). Jiwa binatang mempunyai dua daya, yaitu daya penggerak dan daya menangkap. Daya penggerak terdiri atas daya pendorong dan daya berbuat. Pendorong merupakan kemauan, sedangkan daya berbuat adalah daya kemampuan. Al-Ghazali menyebut yang pertama sebagai iradah (kemauan) dan yang kedua adalah qudrah (kemampuan berbuat).

                Informasi yang diterima oleh alat indera diteruskan kepada daya tangkap dari dalam untuk diproses disimpan dan direproduksi kembali. Informasi tersebut akan melalui lima proses dalam lima tahapan dari presepsi dalam tersebut, yaitu al-hiss al-musytarak (indera bersama), al-khayaliyah (representasi), al-wahmiyah (estimasi), al-zakirah (mengingat), dan mutakhaliyyah (imajinasi).

Jiwa rasional (al-nafs al-natiqah), adalah jiwa yang lebih tinggi, dan telah memiliki dua daya, yaitu daya praktis yang mempunyai fungsi untuk mengontrol hawa nafsu, dan daya teoritis berfungsi untuk menyempurnakan substansinya yang bersifat immateri dan abstrak.

Akal teoritis (al-alimah) dan akal praktis (al-amilah) bukanlah dua akal yang terpisah, melainkan dua sisi dari akal yang sama. Sisi menghadap ke badan adalah akal praktis sedangkan sisi yang menghadap ke akal aktif adalah akal teoritis. Akal pada diri manusia memiliki empat tingkatan kemampuan.

1)       Akal Materi (al-aql al-hay-laniy), adalah potensi untuk berfikir dan belum dilatih sedikitpun dan belum disentuh oleh pengetahuan apapun.

2)       Akal intelektual (al-aql bi al-malakah), adalah kemampuan akal yang telah mulai terlatih untuk mencapai pengetahuan aksiomatis atau pengetahuan yang tidak diusahakan.

3)       Akal aktual (al-aql bi al-fi’il), digunakan untuk memperoleh pengetahuan kedua (al-makula al-saniah) yang menghasilkan pola berfikir intelek yang bersifat aktif.

4)       Akal perolehan (al-aql al-mustafad), menyadari pengetahuan itu secara aktual dan menyadari kesadarannya secara faktual.

C.        Ibadah Sebagai Motivasi Utama dalam Berperilaku

Secara bahasa motivasi berasal dari bahasa Inggris motivation yang kata kerjanya adalah motivate yang berarti “to provide with motivesvas the characters in a story or paly” . dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah motivasi berarti sebab-sebab yang menjadi dorongan bagi tindakan seseorang.

 Ahli bahasa mengartikan bahasa dengan (wahhadahu wa khaddamahu wa khadda’a wa dalla wa tha’a lahu) yang berarti mengesakan Allah, patuh kepada-Nya, tunduk kepada-Nya, merasa hina di hadapan-Nya dan menaati perintah-perintahnya. Bahkan ahli bahasa Indonesiapun turut serta mendefinisikan ibadah sebagai perbuatan yang dilakukan berdasarkan rasa bakti dan taat kepada Allah, untuk menjalankan perintah-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.

                Motivasi adalah istilah umum yang merujuk kepada perputaran pemenuhan kebutuhan dan tujuan tingkah laku. Motivasi yang datang dari luar diri ini dapat saja bersifat batin atau materi. Motivasi yang bersifat batin, contohnya dorongan untuk memperoleh rasa penghormatan, pujian, kepuasan, kenikmatan, dan lain-lain. Sedangkan motivasi fisik atau materi, contohnya mendapatkan hadiah berupa materi.

Berdasarkan sifat yang intrinsik, motivasi muncul sebagai sebab akibat adanya tiga hal pokok, yaitu: kebutuhan, pengetahuan dan aspiraasi cita-cita. Sementara itu, motivasi ekstrinsik muncul sebagai sebab adanya tiga hal pokok juga, yaitu: ganjaran, hukuman, persaingan atau kompetisi. Motivasi itu berguna dan bermanfaat  bagi manusia sebagai menggerakkan tingkah laku, menjaga dan menopang tingkah laku. Motivasi mempunyai peranan dan fungsi yang besar bagi manusia, yaitu: 1. Menolong manusia untuk berbuat atau bertingkah laku; 2. Menentukan arah perbuatan manusia; dan 3. Menyeleksi perbuatan manusia.

   Dalam konsep Islam disebut sebagai niyyah dan ibadah. Niyyah merupakan pendorong utama manusia untuk berbuat dan beramal. Sementara ibadah adalah tujuan utama manusia berbuat atau beramal.

Sebagaimana telah diuraikan bahwa dimensi-dimensi jiwa manusia menurut pemahaman terhadap ayat-ayat AL-Quran meliputi al nafs, al-aql, al-qalb, al-ruh, dan al-fitrah. Secara totalitas jiwa dan raga, manusia memiliki dimensi-dimensi al-jism dan al-nafs. Masing-masing dimensi ini memiliki daya-daya, kecuali al-jism atau badan, ia hanya memiliki daya menerjemahkan atau melahirkan perintah al-nafs.

                Sifat-sifat dasar masing-masing dimensi jiwa tersebut adalah: al-jism bersifat keragaan atau kebendaan; al-nafsu bersifat kehidupan; al-aql bersifat pemikiran rasional; al-qalb bersifat supra rasional, perasaan dan emosional; al-ruh bersifat spiritual; dan al-fitrah bersifat suci, religious.

Sejalan dengan itu, masing-masing dimensi jiwa tersebut juga memiliki kebutuhan dasar. Secara skematis sifat dan kebutuhan dasar dimensi-dimensi jiwa itu dapat ditampilkan sebagaimana dalam tebel berikut ini.

Susunan Sifat dan Kebutuhan Dasar Dimensi-dimensi Jiwa

DIMENSI-DIMENSI JIWA
SIFAT-SIFAT DASAR
KEBUTUHAN DASAR
Al-Fitrah
Suci / Quds
Keyakinan, agama
Al-Ruh
Spiritual
Akrtualisasi potensi
Al-Qalb
Emosional
Cinta dan kasih sayang
Al-‘Aql
Rasional
Penghargaan, ingin tahu
Al-Nafsu
Kehidupan, biologis
Keamanan
Al-Jism
Keragaan, fisik biologis
Biologis

Dalam lingkaran nilai-nilai dan konsep-konsep ibadah dapat menjadikan seseorang bebas mengekspresikan individualitasnya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sesuai dengan apa yang sudah diterangkan oleh nilai-nilai dan konsep abadi itu bias dipetakan.

Kebahagiaan dalam beribadah adalah pencapaian mutlak bagi manusia yang tekun dan taat dalam penghambaannya kepada Tuhan. Ibadah yang dilakukan secara terpaksa dan berat hati menandakan belum mencapai kebahagiaan yang sempurna. Betapapun manusia telah mencapai kebahagiaan, tak akan pernah lengkap tanpa ibadah, sebab ibadah adalah sisi lain dari nilai kebahagiaan. Bukankah tubuh termasuk darah dan segala fasilitas lainnya adalah titipan Allah yang sudah pasti selalu berdzikir. Alangkah malunya jika diri dan kesadaran tidak ikut hanyut dalam dzikir kepada Allah. Tubuh ini tentu akan merasakan ketentraman jika digerakkan oleh kesadaran manusia yang selalu berdzikir kepada Yang Maha Pencipta.

Ibadah harus terus menerus dilakukan sepanjang hayat, sebab badan, jiwa dan roh akan selaras hanya dengan beribadah untuk membuat akhlak meresap dan sempurna. Akhlak adalah simbol kesempurnaan seorang hamba dalam beribadah sehingga makhluk akan dapat saling member penilaian baik buruk ibadah seseorang dengan meluhat keluhuran budi pekerti atau akhlaknya. Totalitas diri dalam beribadah sebenarnya bukan kewajiban lagi bagi mereka yang sudah merasakan nikmatnya ibadah, tapi merupakan kebutuhan, sebagaimana jasad ini butuh akan makanan dan air setiap harinya

D.        Struktur Kebutuhan Manusia

Ada tiga kelompok sifat-sifat kebutuhan manusia, yaitu :

1.       Kebutuhan-kebutuhan Jismiah

Kebutuhan-kebutuhan jismiah adalah seluruh kebutuhan yang bersifat fisik biologis. Kebutuhan-kebutuhan ini disebut dengan kebutuhan dasar atau primer. Kebutuhan dasar ini harus dipenuhi demi kelanjutan kehidupan umat manusia. Diantaranya adalah sandang, pangan, papan.

2.       Kebutuhan-kebutuhan Nafsiah

Kebutuhan-kebutuhan nafsiah adalah sejumlah kebutuhan diri manusia yang bersifat psikis atau psikologis.

a.     Kebutuhan-kebutuhan dari Dimensi al-Nafsu

Kebutuhan-kebutuhan pada dimensi ini merupakan sisi dalam dari kebutuhan-kebutuhan biologis dari aspek jismiah manusia.

 

b.     Kebutuhan-kebutuhan dari Dimensi al-‘Aql

Kebutuhan kepada penghargaan diri dan rasa ingin tahu. Kebutuhan ini sebagai akibat sifat rasional dari dimensi ‘aql.

c.     Kebutuhan-kebutuhan dari Dimensi al-Qalb

Kebutuhan kepadarasa cinta dan kasih saying. Kebutuhan ii sebagai akibat adanya supra rasional, perasaan, dan emosional yang bersumber dari dimensi qalb.

3.         Kebutuhan-kebutuhan Ruhaniah

Kebutuhan-kebutuhan ruhaniah merupakan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat spiritual. Kebutuhan-kebutuhan ini muncul dari dua dimensi yang ada pada aspek ruhaniah ini, yaitu dimensi al-ruh dan dimensi al-fitrah, maka ada dua jenis kebutuhan aspek ruhaniyah ini, yaitu kebutuhan perwujudan diri dari dimensi al-ruh dan kebutuhan agama dari dimensi al-fitrah.

a.       Kebutuhan Perwujudan diri (aktualisasi diri)

Eksistensi manusia di muka bumi merupakan wakil (Khalifah) Allah. Untuk mewujudkan fungsi itu, manusia telah dibekali oleh Allah dengan sejumlah potensi. Potensi utama, dalam hal ini adalah al-ruh yang secaralangsung dari Allah.

b.       Kebutuhan Ibadah (Agama)

Kebutuhan ini merupakan implementasidari sifat quds yang bersumber dari dimensi fitrah. Tugas beribadah ini berhubungan erat dengan tugas sebagai khalifah. Ibadah sebagai implementasi hubungan vertical, sedangkan khalifah sebagai implementasi hubungan ke bawah dengan alam.
E.        Struktur Motivasi Manusia

Dalam hubungannya dengan perbuatan dan tingkah laku manusia, dapat dijelaskan bahwa semua tingkah laku manusia berputar-putar pada upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dorongan untuk memenuhi rangkaian kebutuhan itu merupakansalah satu tampilan motivasi. Maka, dapat dirumuskan tiga jenis motivasi, yaitu motivasi jismiah, motivasi nafsiah, dan motivasi ruhaniah.

                Motivasi jismiah adalah motivasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan fisik-biologis, berupa makan, minum, oksigen, pakaina, dan lain-lain. Motivasi nafsiah adalah motivasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat psikologis, seperti : rasa aman, seksual, penghargaan diri, rasa ingin tahu, rasa memiliki, dan lain-lain. Motivasi ruhaniah adalah motivasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat spiritual, seperti : aktualisasi diri, agama, dan lain-lain. Yang terakhir adalah motivasi spiritual sebagai motivasi utama.

                Manusia yang aktual adalah manusia yang bertingkah laku berdasarkan dorongan dari dalam jiwanya, bukan karena dorongan kebutuhan biologis dan psikologis. Dengan kata lain, seseorang bertingkah laku hanya semata-mata mewujudkan keinginan terdalam dari jiwanya. Yang demikian itu sebagai motivasi utama, yaitu tingkah laku yang ikhlas mengharap ridha Allah. Tingkah laku dari motivasi utama (meta-motivasi) itu tampil dalam bentuk ibadah.

Sejalan dengan pemaknaan bahwa motivasi adalah daya dorong untuk melakukan tingkah laku. Diantara dorongan tersebut adalah bersumber dari upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jiwa. Maka karena kebutuhan jiwa yang utama adalah ibadah. Jadi, jelas bahwa motivasi utama manusia dalam bertingkah laku adalah ibadah.

Konsep-konsep Islam tentang motivasi didapat melalui uraian kebutuhan tertinggi manusia di akhirat dan juga melalui janji-janji Allah yang tertulis dalam Al-Quran. Kebutuhan jiwa dan roh manias meliputi.

1.       Petunjuk (hidayah)

2.       Islam (beragama/ Memeluk Islam)

3.       Cinta (hubb)

4.       Kerajaan / Kekuasaan (Mulk)

5.       Surga (Jannah)

6.       Pertolongan (Nashr)

7.       Persatuan (Ummatan Wahidah)

8.       Kebahagiaan (al-Falah)

9.       Kemenangan (al-Fauz)

10.    Berjumpa dengan Allah (Liqa Allah)
 

F.         Tiga Dimensial Fungsi Psikis Manusia

Menurut Noeng Muhadjir, teori psikologi tentang kemampuan atau fungsi psikis manusia dapat dibagi kepada dua kelompok. Kelompok pertama dikenal dengan paham trikhotomi, yang membagi kemampuan jiwa manusia kepada tiga, yaitu : kognisi,emosi, dan konasi. Kelompok kedua dikenal dengan paham dikotomi yang membagi kemampuan jiwa manusia menjadi dua, yaitu kognisi dan konasi. Namun dengan munculnya berbagai kesimpulan dari telaah yang dilakukan oleh para ahli, maka dapat dipahami bahwa dalam psikologi ada tiga fungsi psikis manusia, yaitu kognisi, afeksi, -secara implisit mencakup emosi dan konasi-, dan psikomotorik. Namun dalam buku Paradigma Islam menyebutkannya kognisi, afeksi, dan ‘amalan. Adapun penjelasannya akan diuraikan sebagai berikut  

1.         Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif adalah fungsi psikis manusia di bidang kesadaran, pemikiran, pengetahuan, interpretasi, pemahaman, idea, kecerdasan,dan sebagainya. Dalam Indtroduction to Psychology dijelaskan bahwa kognitif adalah fungsi psikis yang bersifat individual, seperti: pemikiran, pengetahuan, pemahaman, pengertian, atau ide-ide. Fungsi ini memancar daridaya (energi) masing-masing aspek dan dimensi psikis manusia.

Telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang tiga aspek diri manusia yaitu, aspek jismiah, aspek nafsiah, aspek ruhaniah. Serta enam dimensi psikis manusia yaitu al-jism, al-nafsu, al-‘aql, al-qalb, al-ruh, dan al-fitrah. Masing-masing aspek dan dimensi tersebut memiliki daya (energi) yang bersifat kecerdasan, kesadaran, pengetahuan pengenalan. Daya-daya itulah yang menyebabkan psikis manusia mempunyai fungsi kognitif.

Berdasarkan aspek dan dimensi psikis manusia itu sendiri, maka dapat dirumuskan menjadi tiga struktur fungsi kognitif psikis manusia,yaitu :
 

a.     Kognitif Ruhaniah

Kognitif Ruhaniah adalah fungsi psikis di bidang pengenalan yang diperoleh melalui daya-daya psikis berupa pengetahuan, pemahaman, kecerdasan, kesadaran,dll. Sejalan dengan dua dimensi pada aspek ruhaniah ini, maka ada dua kognitif ruhaniah, yaitu kognitif yang bersumber dari dimensi al-Ruh dan kognitif yang bersumber dari dimensi al-fitrah.

Kognitif yang bersumber dari dimensi al-fitrah menghasilkan pengetahuan, kesadaran, dan pengenalan yang bersifat transsendental dan eskatologis, yaitu pengetahuan dan kesadaran keagamaan dan keimanaan, seperti: imankepada Allah, malaikat, hari akhir,dan sebagainya.

Menurut Quraish Shihab “…ada fitrah insting keberagamaan dalam diri setiap insane. Disana tertampung berbagai emosi manusia, seperti rasa takut, harap, cemas, cinta, kesetiaan, pengagungan, persucian, dan berbagai macam lainnya yang menghiasi jiwa manusia. ” Al-qur’an menjelaskan tentang pengetahuan dan pengenalan yang demikian ini dalam Surat Al-A’raf: 172

 Artinya : “Dan ingatlah ketik Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan kamu?” mereka menjawab :”betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi.”kami lakukan (yang demikian itu) agar di hari kiamat nanti kamu tidak mengatakan : sesungguhnya kami (Allah)adalah orang yang lengah terhadap peringatan ini.

Kognitif yang bersumber dari dimensi al-ruh menghasilkan pengenalan dan kesadaran spiritual. Kognitif spiritual ini adalah pengenalan dan kesadaran berdasarkan kemampuan potensi luhur batin manusia. Jenis kognitif ini adalah kognitif prakonsepsi, yaitu pengenalan yang tidak dapatdi konsepsikan atau diteorikan. Pengenalan itu merupakan hasil penghayatan dalam, yaitu penghayatan yang melibatkan potensi-potensi luhur batin manusia. 

 

b.     Kognitif Nafsiah

Kognitif nafsiah ini ada tiga, yaitu kognitif qalbiyah, kognitif  ‘aqliyah’ dan kognitif naluriah.

1)    Kognitif Qalbiyah

Kognitif qalbiyahadalah kemampuan pengenalan (kecerdasan) yang menggunakan daya qalb. Daya-daya qalb untuk memperoleh pengetahuan meliputi: afidah (penghayatan), ‘aql (berpikir),  fiqh (memahami), ílm (mengetahui), dabr (mencari makna), zikr (mengingat, menyadari), dll. Kognitif qalbiyah ini memiliki kekhususan berupa hadirnya kesadaran dan penghayatan dalam proses kognitif.

Kemampuannya bukan hanaya tertuju pada pengenalan benar-salah, tetapi juga menjangkau pengenalan pada baik-buruk, sopan-santun, dll. Orang yang memiliki kecerdasan ini adalah orang yang telah mencapai puncak kesabaran. Dalam literatur psikologi, keceredasan qalbiyah ini dikenal dengan sebutan emotional intellegence (kecerdasan emosional). Yaitu bahwa kesuksesan hidup bukan ditentukan oleh kecerdasan rasio, melainkan ditentukan oleh kecerdasan emosi.

Dalam Islam kemampuan ini disebut dengan sabar. Dalam salah satu ayat dijelaskan bahwa kedudukan sabar sejajar dengan shalat sebagai wadah mohon pertolongan kepada Allah.
 
Artinya : “jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’

 

2)    Kognitif ‘Aqliyah

Kognitif ‘aqliyah adalah kemampuan jiwa untuk memperoleh pengetahuan melalui daya-daya akal. Berdasarkan pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan kemampuan akal dapat dijelaskan daya-daya akal meliputi: tafakkur (memikirkan), tadabbur (mencari makna dibalik teks atau realitas), ta’ammul (merenungkan), istibsar (memperhatikan denga cermat), nazar (meneliti berupa observasi dan eksperimen), dan sebagainya. Daya-daya ini merupakan daya psikis yang berfungsi bagi manusai untuk mengolah informasi untuk memperoleh pengetahuan.

3)    Kognitif Naluriah

Kognitif naluriah adalah daya-daya jiwa untuk mengetahui yang bersumber dari fungsi-fungsi alat dria (indera).

 

2.         Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah fungsi psikis untuk menetukan sikap atas dasasr pertimbangan yang bersifat penilaian terhadap sesuatu. Dalam  Introduction to Psychology dijelaskan bahwa afektif adalah suatu pengalaman emosional, apakah yang menyenangkan atau tidak menyenangkan,.

Berdasarkan itu dapat dijelaskan bahwa fungsi afektif adalah fungsi psikis untuk menentukan sikap berdasarkan pertimbangan penilaian terhadap sesuatu.  Ada tiga jenis fungsi afektif psikis manusia, yaitu afektif ruhaniah, afektif nafsiah, dan afektif jismiah.

 

a.     Fungsi Afektif Ruhaniah

Afektif ruhaniah adalah fungsi penentuan sikap atas dasar pertimbangan keyakinan spiritual dan keyakinan agama. Afektif ruhaniah ada dua jenis afektif, yaitu afektif spiritual dan afektif agamis.

Afektif spiritual adalah pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan kepada potensi spiritual yang merupakan hal-hal yang berhubungan dengan proses aktualisasi potensi luhur batin manusia. Abraham Horald Maslow menjelaskan orang uang aktual adalah orang yang melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan dari dalam dirinya yang paling dalam. Pertimbangan dalam itu adalah pertimbangan berdasarkan nilai-nilai universal untuk kebaikan umat manusia, misalnya: mencintai sesama manusia dan berbuat baik kepada sesama makhluk.

Afektif agamis adalah pertimbangan-pertimbangan berdasarkan keyakinan agama berupa sejumlah prinsip dan aturan yang ditetapkan oleh agama yang diyakini seseorang. Dalam Islam sikap yang demikian disebut ihsan.

Fungsi ihsan itu sendiri adalah mengatasi dan memadukan keseimbangan batin dengan keseimbangan Yang Maha Batin, yaitu Allah. Hal ini dicapai dengan merasakan kehadiran Allahdalam setiap tingkah lakudalam kehidupan. Sebagaimna sabda Nabi Saw :

Artinya : “...ihsan adalah mengabdi kepada Allah, seolah-olah anda melihat-Nya, jika anda tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia pasti melihat anda...
 

b.     Fungsi Afektif Nafsiah

Ada tiga fungsi afektif nafsiah yaitu, afektif ‘aqliyah, afektif  qalbiyah, dan afektif naluriah.

Afektif ‘aqliyah adalah penentuan sikap atas dasar pertimbangan rasional, yaitu pertimbangan logis, benar, salah, atau kepentingan. Afektif qalbiyah adalah penentuan sikap atas dasar pertimbangan baik dan buruk. Afektif naluriah adalah penentuan sikap atas dasar pertimbangan keuntungan atau kerugian yang akan diperoleh jika melakukan suatu perbuatan.

 

c.     Fungsi Afektif Jismiah

Afektif  jismiah adalah penentuan sikap atas dasar kepentingan kebutuhan fisik-biologis. Ditentukan apakah sesuatu itu memberikan kepuasan biologis, seperti: makan, minum, oksigen, seksual, dll. Pada tahap ini, nilai kualitas kemanusiaan tidak fungsional. Manusia yang memiliki sikap afektif seperti ini, disebut Al-Qur’an dengan sebutan jauh lebih buruk dari binatang.

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk penghuni neraka Jahannam kebanykan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak mempergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga, tetapu tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.mereka itulah orang-orang yang lalai.
 
3.         Fungsi ‘Amalan

Fungsi ‘amalan adalah tampilan daya-daya psikis dalam bentuk tingkah laku. Dengan kata lain ‘amalan adalah bentuk empirik dari daya-daya psikis manusia. Dalam ‘mazhab psikologi motivatif’ yang ditawarkan oleh Noeng Muhadjir dijelaskan bahwa obyek formilnya adalah “makna mental kreatif moralistik perilaku manusia”. Artinya, bahwa objek telaahan psikologi motivatif adalah perilaku manusia yang bersifat mental, kreatif, dan moralistik. Perilaku bersifat mental adalah bahwa perbedaan perilaku manusia dengan makhluk lain terletak pada ada tidaknya peran pemahaman kognitif, penghayatan afektif, perkembangan kualitas psikomotor, dan juga ada tidaknya pengembangan pengorganisasian ketiganya dalam performansi.

Sifat kreatif berarti bahwa kognisinya atau pengenalan, dan pengethuan tentang dirinya dan lingkungannya tidak diterima secara pasif, tetapi selalu saja muncul kreasinya. Dan sifat moralistik, mengandung makna bahwa perilaku manusia selalu berhubungan dengan moral.

No comments:

Post a Comment

footer