KOMPONEN-KOMPONEN PSIKOLOGI DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
Komponen-komponen
psikologi bermakna konsep-konsep dasar yang merupakan asumsi dasar bagi
pembentukan teori psikologi islam. Asumsi-asumsi dasar tersebut di formulasi
dari pemahaman yang mendalam terhadap konsep-konsep Al-Quran tentang manusia.
sedikitnya ada empat elemen dasar yang dijadikan sebagai pembentukan teori
psikologi islam, yakni teori tentang psikis jiwa manusia, teori tentang
struktur motivasi, teori tentang struktur fungsi jiwa manusia dan teori tentang
struktur kebenaran yang digunakan dalam psikologi islam.
Psikologi islam adalah
pandangan islam terhadap ilmu psikologi modern dengan berbagai aspek. Psikologi
islam merupakan usaha untuk membangun sebuah teori dari khazanah kepustakaan
Islam, baik dari Al-Quran ataupun Hadist.
A.
Struktur Psikis Jiwa Manusia Menurut Islam
Menurut
Webstre’s New World College Dictionary
istilah structure berasal dari
beberapa kata dalam bahasa latin, diantaranya: structur yang artinya bangunan, structus
atau stuere yang berarti menyusun.
Makna-makna itu dapat menunjuk kepada bangunan dalam arti fisik konkret,
seperti gedung, dan dalam arti abstrak seperti struktur sosial.
Jean
Peaget dalam bukunya berjudul structuralism menjelaskan tiga ciri struktur
yaitu keseluruhan, perubahan bentuk, dan mengatur diri sendiri. Berdasarkan
itu, dapat dikemukakan dua karakteristik khas, yakni pertama struktur merupakan
rangkaian atau jaringan dari unsur-unsur. Kedua kriteria itu dapat digunakan
pada struktur dalam arti fisik, material maupun abstrak-immaterial.
Pengertian
dari manusia itu sendiri menurut Islam dalam Al-Qur’an ada beberapa kata untuk
merujuk kepada arti manusia yang insan, basyar, dan bani Adam. Kata basyar
terampil dari akar kata yang pada mulanya berarti “penampakan sesuatu yang baik
dan indah”. Dari akar kata yang sama, lahirnya kata basyarah yang berarti
kulit. Kata insan diambil dari akar kata uns
yang berarti jinak, harmonis dan tampak.
Teori
Freud tentang kepribadian manusia mendapat kecaman, maka di tawarkannya manusia
dalam perspektif Islam. Secara psikis, manusia juga memiliki aspek-aspek dan
dimensi-dimensi psikis yang membentuk suatu struktur atau komposisi totalitas
psikis manusia. ketiga aspek tersebut adalah aspek jasmaniah, aspek nafsiah,
dan aspek rohaniah. Dan kelima dimensi psikis manusia tersebut mencakup : al nafsu, al aql, al qlab, al ruh dan al
fitrah
B.
Formulasi
Struktur Psikis manusia dengan Pendekatan Filsafat
Al-Zahabi menjelaskan
bahwa metode tafsir dengan pendekatan filsafat ada dua macam yaitu : pertama,
mentakwilkan teks agama dan hakikat syariat sesuai pandangan filsafat. Kedua,
menjelaskan teks agama dan hakikat syariat dengan pendapat dan teori-teori
filsafat.
Al-Ghazali dalam salah
satu bukunya menguraikan bahwa eksistensi manusia terdiri dari al-nafs, al-ruh dan al-jism. Al-nafs adalah substansi yang berdiri sendiri dan tidak
bertempat ditubuh (al-jism). Sedangkan al-ruh adalah panas alami yang mengalir
pada pembuluh-pembuluh darah, otot-otot dan syaraf-syaraf. Sedangkan al-jism
adalah sesuatu yang tersusun dari unsur-unsur materi.
Para filosof
menggunakan istilah lain dalam menjelaskan psikis manusia, istilah-istilah
tersebut adalah al-ajsam, al-nufus, dan al-uqul. Al-ajsam berada pada posisi
yang rendah karena berada pada proses terakhir dalam penciptaan, sehingga
sangat jauh dari sumber wujud. Sementara al-uqul berada sangat dekat dari
sumber wujud. Wujud pertama setelah sumbernya adalah al-aql al-awwal (akal
pertama).
Al-ajsam
dan al-uqul mempunyai sifat dasar yang berbeda dan bertentangan. Al-ajsam
adalah substansi material yang bersifat pasif, sedangkan al-uqul merupakan
substansi immaterial yang murni dan berhubungan dengan wujud-wujud abstrak.
Persamaan antara
al-nufus dengan al-uqul bahwa keduanya sama-sama immateri, bukan materi, serta
keduanya sama-sama memiliki daya-daya. Sedangkan persamaan dengan al-ajsam
bahwa keduanya sama-sama memiliki keterikatan kepada sesuatu diluar dirinya
dalam mengaktualisasikan daya-daya.
Jadi dapat dijelaskan
bahwa esensi manusia sebagai representasi dari al-uqul dan al-aql. Karena
al-aql tidak dapat berhubungan langsung dengan badan, maka ia memerlukan
penghubung.
Komposisi
jiwa manusia terdiri dari tiga tingkatan jiwa yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan
(al-nafs al-nabatiyyah), jiwa hewan/binatang (al-nafs al-hayawaniyah), dan jiwa
rasional (al-nafs al-natiqah).
Jiwa tumbuh-tumbuhan
mempunyai tiga daya : daya makan (al-gaziyah, nutrition), daya tumbuh
(al-munmiyah, growth) dan daya berkembang (al-muwallidah, reproduction). Jiwa
binatang mempunyai dua daya, yaitu daya penggerak dan daya menangkap. Daya
penggerak terdiri atas daya pendorong dan daya berbuat. Pendorong merupakan
kemauan, sedangkan daya berbuat adalah daya kemampuan. Al-Ghazali menyebut yang
pertama sebagai iradah (kemauan) dan yang kedua adalah qudrah (kemampuan
berbuat).
Informasi
yang diterima oleh alat indera diteruskan kepada daya tangkap dari dalam untuk
diproses disimpan dan direproduksi kembali. Informasi tersebut akan melalui
lima proses dalam lima tahapan dari presepsi dalam tersebut, yaitu al-hiss
al-musytarak (indera bersama), al-khayaliyah (representasi), al-wahmiyah
(estimasi), al-zakirah (mengingat), dan mutakhaliyyah (imajinasi).
Jiwa rasional (al-nafs
al-natiqah), adalah jiwa yang lebih tinggi, dan telah memiliki dua daya, yaitu
daya praktis yang mempunyai fungsi untuk mengontrol hawa nafsu, dan daya
teoritis berfungsi untuk menyempurnakan substansinya yang bersifat immateri dan
abstrak.
Akal teoritis
(al-alimah) dan akal praktis (al-amilah) bukanlah dua akal yang terpisah,
melainkan dua sisi dari akal yang sama. Sisi menghadap ke badan adalah akal
praktis sedangkan sisi yang menghadap ke akal aktif adalah akal teoritis. Akal
pada diri manusia memiliki empat tingkatan kemampuan.
1)
Akal Materi (al-aql al-hay-laniy), adalah
potensi untuk berfikir dan belum dilatih sedikitpun dan belum disentuh oleh
pengetahuan apapun.
2)
Akal intelektual (al-aql bi al-malakah),
adalah kemampuan akal yang telah mulai terlatih untuk mencapai pengetahuan
aksiomatis atau pengetahuan yang tidak diusahakan.
3)
Akal aktual (al-aql bi al-fi’il),
digunakan untuk memperoleh pengetahuan kedua (al-makula al-saniah) yang
menghasilkan pola berfikir intelek yang bersifat aktif.
4)
Akal perolehan (al-aql al-mustafad), menyadari
pengetahuan itu secara aktual dan menyadari kesadarannya secara faktual.
C.
Ibadah Sebagai Motivasi Utama dalam
Berperilaku
Secara bahasa motivasi
berasal dari bahasa Inggris motivation
yang kata kerjanya adalah motivate
yang berarti “to provide with motivesvas
the characters in a story or paly” . dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
istilah motivasi berarti sebab-sebab yang menjadi dorongan bagi tindakan
seseorang.
Ahli bahasa mengartikan bahasa dengan (wahhadahu wa khaddamahu wa khadda’a wa
dalla wa tha’a lahu) yang berarti mengesakan Allah, patuh kepada-Nya,
tunduk kepada-Nya, merasa hina di hadapan-Nya dan menaati perintah-perintahnya.
Bahkan ahli bahasa Indonesiapun turut serta mendefinisikan ibadah sebagai
perbuatan yang dilakukan berdasarkan rasa bakti dan taat kepada Allah, untuk
menjalankan perintah-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
Motivasi
adalah istilah umum yang merujuk kepada perputaran pemenuhan kebutuhan dan
tujuan tingkah laku. Motivasi yang datang dari luar diri ini dapat saja
bersifat batin atau materi. Motivasi yang bersifat batin, contohnya dorongan
untuk memperoleh rasa penghormatan, pujian, kepuasan, kenikmatan, dan
lain-lain. Sedangkan motivasi fisik atau materi, contohnya mendapatkan hadiah
berupa materi.
Berdasarkan sifat yang
intrinsik, motivasi muncul sebagai sebab akibat adanya tiga hal pokok, yaitu:
kebutuhan, pengetahuan dan aspiraasi cita-cita. Sementara itu, motivasi
ekstrinsik muncul sebagai sebab adanya tiga hal pokok juga, yaitu: ganjaran,
hukuman, persaingan atau kompetisi. Motivasi itu berguna dan bermanfaat bagi manusia sebagai menggerakkan tingkah
laku, menjaga dan menopang tingkah laku. Motivasi mempunyai peranan dan fungsi
yang besar bagi manusia, yaitu: 1. Menolong manusia untuk berbuat atau
bertingkah laku; 2. Menentukan arah perbuatan manusia; dan 3. Menyeleksi
perbuatan manusia.
Dalam konsep Islam disebut sebagai niyyah dan ibadah. Niyyah
merupakan pendorong utama manusia untuk berbuat dan beramal. Sementara ibadah
adalah tujuan utama manusia berbuat atau beramal.
Sebagaimana telah
diuraikan bahwa dimensi-dimensi jiwa manusia menurut pemahaman terhadap
ayat-ayat AL-Quran meliputi al nafs, al-aql, al-qalb, al-ruh, dan al-fitrah.
Secara totalitas jiwa dan raga, manusia memiliki dimensi-dimensi al-jism dan
al-nafs. Masing-masing dimensi ini memiliki daya-daya, kecuali al-jism atau
badan, ia hanya memiliki daya menerjemahkan atau melahirkan perintah al-nafs.
Sifat-sifat
dasar masing-masing dimensi jiwa tersebut adalah: al-jism bersifat keragaan
atau kebendaan; al-nafsu bersifat kehidupan; al-aql bersifat pemikiran
rasional; al-qalb bersifat supra rasional, perasaan dan emosional; al-ruh
bersifat spiritual; dan al-fitrah bersifat suci, religious.
Sejalan
dengan itu, masing-masing dimensi jiwa tersebut juga memiliki kebutuhan dasar.
Secara skematis sifat dan kebutuhan dasar dimensi-dimensi jiwa itu dapat
ditampilkan sebagaimana dalam tebel berikut ini.
Susunan
Sifat dan Kebutuhan Dasar Dimensi-dimensi Jiwa
DIMENSI-DIMENSI JIWA
|
SIFAT-SIFAT DASAR
|
KEBUTUHAN DASAR
|
Al-Fitrah
|
Suci / Quds
|
Keyakinan, agama
|
Al-Ruh
|
Spiritual
|
Akrtualisasi potensi
|
Al-Qalb
|
Emosional
|
Cinta dan kasih sayang
|
Al-‘Aql
|
Rasional
|
Penghargaan, ingin tahu
|
Al-Nafsu
|
Kehidupan, biologis
|
Keamanan
|
Al-Jism
|
Keragaan, fisik biologis
|
Biologis
|
Dalam lingkaran
nilai-nilai dan konsep-konsep ibadah dapat menjadikan seseorang bebas
mengekspresikan individualitasnya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sesuai
dengan apa yang sudah diterangkan oleh nilai-nilai dan konsep abadi itu bias
dipetakan.
Kebahagiaan dalam
beribadah adalah pencapaian mutlak bagi manusia yang tekun dan taat dalam
penghambaannya kepada Tuhan. Ibadah yang dilakukan secara terpaksa dan berat
hati menandakan belum mencapai kebahagiaan yang sempurna. Betapapun manusia
telah mencapai kebahagiaan, tak akan pernah lengkap tanpa ibadah, sebab ibadah
adalah sisi lain dari nilai kebahagiaan. Bukankah tubuh termasuk darah dan
segala fasilitas lainnya adalah titipan Allah yang sudah pasti selalu
berdzikir. Alangkah malunya jika diri dan kesadaran tidak ikut hanyut dalam
dzikir kepada Allah. Tubuh ini tentu akan merasakan ketentraman jika digerakkan
oleh kesadaran manusia yang selalu berdzikir kepada Yang Maha Pencipta.
Ibadah
harus terus menerus dilakukan sepanjang hayat, sebab badan, jiwa dan roh akan
selaras hanya dengan beribadah untuk membuat akhlak meresap dan sempurna.
Akhlak adalah simbol kesempurnaan seorang hamba dalam beribadah sehingga
makhluk akan dapat saling member penilaian baik buruk ibadah seseorang dengan
meluhat keluhuran budi pekerti atau akhlaknya. Totalitas diri dalam beribadah
sebenarnya bukan kewajiban lagi bagi mereka yang sudah merasakan nikmatnya
ibadah, tapi merupakan kebutuhan, sebagaimana jasad ini butuh akan makanan dan
air setiap harinya
D.
Struktur Kebutuhan Manusia
Ada tiga kelompok
sifat-sifat kebutuhan manusia, yaitu :
1.
Kebutuhan-kebutuhan Jismiah
Kebutuhan-kebutuhan
jismiah adalah seluruh kebutuhan yang bersifat fisik biologis.
Kebutuhan-kebutuhan ini disebut dengan kebutuhan dasar atau primer. Kebutuhan
dasar ini harus dipenuhi demi kelanjutan kehidupan umat manusia. Diantaranya
adalah sandang, pangan, papan.
2.
Kebutuhan-kebutuhan Nafsiah
Kebutuhan-kebutuhan
nafsiah adalah sejumlah kebutuhan diri manusia yang bersifat psikis atau
psikologis.
a.
Kebutuhan-kebutuhan dari Dimensi
al-Nafsu
Kebutuhan-kebutuhan
pada dimensi ini merupakan sisi dalam dari kebutuhan-kebutuhan biologis dari
aspek jismiah manusia.
b.
Kebutuhan-kebutuhan dari Dimensi al-‘Aql
Kebutuhan kepada penghargaan diri dan rasa ingin
tahu. Kebutuhan ini sebagai akibat sifat rasional dari dimensi ‘aql.
c.
Kebutuhan-kebutuhan dari Dimensi al-Qalb
Kebutuhan kepadarasa cinta dan kasih
saying. Kebutuhan ii sebagai akibat adanya supra rasional, perasaan, dan
emosional yang bersumber dari dimensi qalb.
3.
Kebutuhan-kebutuhan Ruhaniah
Kebutuhan-kebutuhan
ruhaniah merupakan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat spiritual.
Kebutuhan-kebutuhan ini muncul dari dua dimensi yang ada pada aspek ruhaniah
ini, yaitu dimensi al-ruh dan dimensi al-fitrah, maka ada dua jenis kebutuhan
aspek ruhaniyah ini, yaitu kebutuhan perwujudan diri dari dimensi al-ruh dan
kebutuhan agama dari dimensi al-fitrah.
a.
Kebutuhan Perwujudan diri (aktualisasi
diri)
Eksistensi
manusia di muka bumi merupakan wakil (Khalifah) Allah. Untuk mewujudkan fungsi
itu, manusia telah dibekali oleh Allah dengan sejumlah potensi. Potensi utama,
dalam hal ini adalah al-ruh yang secaralangsung dari Allah.
b.
Kebutuhan Ibadah (Agama)
Kebutuhan ini merupakan implementasidari
sifat quds yang bersumber dari dimensi fitrah. Tugas beribadah ini berhubungan
erat dengan tugas sebagai khalifah. Ibadah sebagai implementasi hubungan
vertical, sedangkan khalifah sebagai implementasi hubungan ke bawah dengan
alam.
E.
Struktur Motivasi Manusia
Dalam
hubungannya dengan perbuatan dan tingkah laku manusia, dapat dijelaskan bahwa
semua tingkah laku manusia berputar-putar pada upaya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dorongan untuk memenuhi rangkaian kebutuhan itu
merupakansalah satu tampilan motivasi. Maka, dapat dirumuskan tiga jenis
motivasi, yaitu motivasi jismiah, motivasi nafsiah, dan motivasi ruhaniah.
Motivasi
jismiah adalah motivasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
fisik-biologis, berupa makan, minum, oksigen, pakaina, dan lain-lain. Motivasi
nafsiah adalah motivasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
yang bersifat psikologis, seperti : rasa aman, seksual, penghargaan diri, rasa
ingin tahu, rasa memiliki, dan lain-lain. Motivasi ruhaniah adalah motivasi
yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat spiritual,
seperti : aktualisasi diri, agama, dan lain-lain. Yang terakhir adalah motivasi
spiritual sebagai motivasi utama.
Manusia
yang aktual adalah manusia yang bertingkah laku berdasarkan dorongan dari dalam
jiwanya, bukan karena dorongan kebutuhan biologis dan psikologis. Dengan kata
lain, seseorang bertingkah laku hanya semata-mata mewujudkan keinginan terdalam
dari jiwanya. Yang demikian itu sebagai motivasi utama, yaitu tingkah laku yang
ikhlas mengharap ridha Allah. Tingkah laku dari motivasi utama (meta-motivasi)
itu tampil dalam bentuk ibadah.
Sejalan dengan
pemaknaan bahwa motivasi adalah daya dorong untuk melakukan tingkah laku.
Diantara dorongan tersebut adalah bersumber dari upaya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan jiwa. Maka karena kebutuhan jiwa yang utama adalah ibadah.
Jadi, jelas bahwa motivasi utama manusia dalam bertingkah laku adalah ibadah.
Konsep-konsep Islam
tentang motivasi didapat melalui uraian kebutuhan tertinggi manusia di akhirat
dan juga melalui janji-janji Allah yang tertulis dalam Al-Quran. Kebutuhan jiwa
dan roh manias meliputi.
1.
Petunjuk (hidayah)
2.
Islam (beragama/ Memeluk Islam)
3.
Cinta (hubb)
4.
Kerajaan / Kekuasaan (Mulk)
5.
Surga (Jannah)
6.
Pertolongan (Nashr)
7.
Persatuan (Ummatan Wahidah)
8.
Kebahagiaan (al-Falah)
9.
Kemenangan (al-Fauz)
10.
Berjumpa dengan Allah (Liqa Allah)
F.
Tiga Dimensial
Fungsi Psikis Manusia
Menurut
Noeng Muhadjir, teori psikologi tentang kemampuan atau fungsi psikis manusia
dapat dibagi kepada dua kelompok. Kelompok pertama dikenal dengan paham
trikhotomi, yang membagi kemampuan jiwa manusia kepada tiga, yaitu :
kognisi,emosi, dan konasi. Kelompok kedua dikenal dengan paham dikotomi
yang membagi kemampuan jiwa manusia menjadi dua, yaitu kognisi dan konasi.
Namun dengan munculnya berbagai kesimpulan dari telaah yang dilakukan oleh para
ahli, maka dapat dipahami bahwa dalam psikologi ada tiga fungsi psikis manusia,
yaitu kognisi, afeksi, -secara implisit mencakup emosi dan konasi-, dan
psikomotorik. Namun dalam buku Paradigma Islam menyebutkannya kognisi,
afeksi, dan ‘amalan. Adapun penjelasannya akan diuraikan sebagai berikut
1.
Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif adalah fungsi psikis manusia di bidang kesadaran,
pemikiran, pengetahuan, interpretasi, pemahaman, idea, kecerdasan,dan
sebagainya. Dalam Indtroduction to Psychology dijelaskan bahwa kognitif
adalah fungsi psikis yang bersifat individual, seperti: pemikiran, pengetahuan,
pemahaman, pengertian, atau ide-ide. Fungsi ini memancar daridaya (energi)
masing-masing aspek dan dimensi psikis manusia.
Telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang tiga aspek diri
manusia yaitu, aspek jismiah, aspek nafsiah, aspek ruhaniah.
Serta enam dimensi psikis manusia yaitu al-jism, al-nafsu, al-‘aql, al-qalb,
al-ruh, dan al-fitrah. Masing-masing aspek dan dimensi tersebut
memiliki daya (energi) yang bersifat kecerdasan, kesadaran, pengetahuan
pengenalan. Daya-daya itulah yang menyebabkan psikis manusia mempunyai fungsi
kognitif.
Berdasarkan aspek dan dimensi psikis manusia itu sendiri, maka
dapat dirumuskan menjadi tiga struktur fungsi kognitif psikis manusia,yaitu :
a. Kognitif Ruhaniah
Kognitif Ruhaniah adalah fungsi psikis
di bidang pengenalan yang diperoleh melalui daya-daya psikis berupa pengetahuan, pemahaman, kecerdasan, kesadaran,dll. Sejalan dengan dua dimensi pada aspek ruhaniah ini, maka ada dua
kognitif ruhaniah, yaitu kognitif yang bersumber dari dimensi al-Ruh dan
kognitif yang bersumber dari dimensi al-fitrah.
Kognitif yang bersumber dari dimensi al-fitrah menghasilkan
pengetahuan, kesadaran, dan pengenalan yang bersifat transsendental dan
eskatologis, yaitu pengetahuan dan kesadaran keagamaan dan keimanaan, seperti:
imankepada Allah, malaikat, hari akhir,dan sebagainya.
Menurut Quraish Shihab “…ada fitrah insting keberagamaan dalam diri
setiap insane. Disana tertampung berbagai emosi manusia, seperti rasa takut,
harap, cemas, cinta, kesetiaan, pengagungan, persucian, dan berbagai macam
lainnya yang menghiasi jiwa manusia. ” Al-qur’an menjelaskan tentang
pengetahuan dan pengenalan yang demikian ini dalam Surat Al-A’raf: 172
Kognitif yang bersumber dari dimensi al-ruh
menghasilkan pengenalan dan kesadaran spiritual. Kognitif spiritual ini adalah
pengenalan dan kesadaran berdasarkan kemampuan potensi luhur batin manusia.
Jenis kognitif ini adalah kognitif prakonsepsi, yaitu pengenalan yang tidak
dapatdi konsepsikan atau diteorikan. Pengenalan itu merupakan hasil penghayatan
dalam, yaitu penghayatan yang melibatkan potensi-potensi luhur batin
manusia.
b. Kognitif Nafsiah
Kognitif nafsiah ini ada tiga, yaitu
kognitif qalbiyah, kognitif ‘aqliyah’ dan kognitif naluriah.
1) Kognitif Qalbiyah
Kognitif qalbiyahadalah kemampuan
pengenalan (kecerdasan) yang menggunakan daya qalb. Daya-daya qalb untuk
memperoleh pengetahuan meliputi: afidah (penghayatan), ‘aql (berpikir),
fiqh (memahami), ílm (mengetahui),
dabr (mencari makna), zikr (mengingat, menyadari), dll. Kognitif qalbiyah
ini memiliki kekhususan berupa hadirnya kesadaran dan penghayatan dalam proses
kognitif.
Kemampuannya bukan hanaya tertuju pada
pengenalan benar-salah, tetapi juga menjangkau pengenalan pada baik-buruk,
sopan-santun, dll. Orang yang memiliki kecerdasan ini adalah orang yang telah
mencapai puncak kesabaran. Dalam literatur psikologi, keceredasan qalbiyah
ini dikenal dengan sebutan emotional intellegence (kecerdasan
emosional). Yaitu bahwa kesuksesan hidup bukan ditentukan oleh kecerdasan rasio,
melainkan ditentukan oleh kecerdasan emosi.
Dalam Islam kemampuan ini disebut dengan
sabar. Dalam salah satu ayat dijelaskan bahwa kedudukan sabar sejajar dengan
shalat sebagai wadah mohon pertolongan kepada Allah.
Artinya : “jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusu’”
2) Kognitif ‘Aqliyah
Kognitif ‘aqliyah adalah kemampuan jiwa
untuk memperoleh pengetahuan melalui daya-daya akal. Berdasarkan pemahaman
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan kemampuan akal dapat dijelaskan
daya-daya akal meliputi: tafakkur (memikirkan), tadabbur (mencari
makna dibalik teks atau realitas), ta’ammul (merenungkan), istibsar (memperhatikan
denga cermat), nazar (meneliti berupa observasi dan eksperimen), dan sebagainya. Daya-daya ini merupakan daya psikis yang berfungsi bagi
manusai untuk mengolah informasi untuk memperoleh pengetahuan.
3) Kognitif Naluriah
Kognitif naluriah adalah daya-daya jiwa
untuk mengetahui yang bersumber dari fungsi-fungsi alat dria (indera).
2.
Fungsi Afektif
Fungsi afektif adalah fungsi psikis untuk
menetukan sikap atas dasasr pertimbangan yang bersifat penilaian terhadap
sesuatu. Dalam Introduction to
Psychology dijelaskan bahwa afektif adalah suatu pengalaman emosional,
apakah yang menyenangkan atau tidak menyenangkan,.
Berdasarkan itu dapat dijelaskan bahwa fungsi
afektif adalah fungsi psikis untuk menentukan sikap berdasarkan pertimbangan
penilaian terhadap sesuatu. Ada tiga
jenis fungsi afektif psikis manusia, yaitu afektif ruhaniah, afektif nafsiah,
dan afektif jismiah.
a.
Fungsi Afektif Ruhaniah
Afektif ruhaniah adalah fungsi
penentuan sikap atas dasar pertimbangan keyakinan spiritual dan keyakinan
agama. Afektif ruhaniah ada dua jenis afektif, yaitu afektif spiritual dan afektif agamis.
Afektif spiritual adalah
pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan kepada potensi spiritual yang
merupakan hal-hal yang berhubungan dengan proses aktualisasi potensi luhur
batin manusia. Abraham Horald Maslow menjelaskan orang uang
aktual adalah orang yang melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan dari dalam
dirinya yang paling dalam. Pertimbangan dalam itu adalah pertimbangan berdasarkan
nilai-nilai universal untuk kebaikan umat manusia, misalnya:
mencintai sesama manusia dan berbuat baik kepada sesama makhluk.
Afektif agamis adalah
pertimbangan-pertimbangan berdasarkan keyakinan agama berupa sejumlah prinsip
dan aturan yang ditetapkan oleh agama yang diyakini seseorang. Dalam Islam
sikap yang demikian disebut ihsan.
Fungsi ihsan itu sendiri adalah
mengatasi dan memadukan keseimbangan batin dengan keseimbangan Yang Maha Batin,
yaitu Allah. Hal ini dicapai dengan merasakan kehadiran Allahdalam setiap
tingkah lakudalam kehidupan. Sebagaimna sabda Nabi Saw :
Artinya : “...ihsan adalah mengabdi kepada Allah,
seolah-olah anda melihat-Nya, jika anda tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia
pasti melihat anda...”
b.
Fungsi Afektif Nafsiah
Ada tiga fungsi afektif nafsiah yaitu,
afektif ‘aqliyah, afektif qalbiyah, dan afektif naluriah.
Afektif ‘aqliyah adalah penentuan sikap
atas dasar pertimbangan rasional, yaitu pertimbangan
logis, benar, salah, atau kepentingan. Afektif qalbiyah adalah penentuan
sikap atas dasar pertimbangan baik dan buruk. Afektif naluriah adalah
penentuan sikap atas dasar pertimbangan keuntungan atau kerugian yang akan
diperoleh jika melakukan suatu perbuatan.
c.
Fungsi Afektif Jismiah
Afektif jismiah adalah penentuan sikap atas dasar
kepentingan kebutuhan fisik-biologis. Ditentukan apakah sesuatu itu memberikan
kepuasan biologis, seperti: makan, minum, oksigen, seksual, dll. Pada tahap
ini, nilai kualitas kemanusiaan tidak fungsional. Manusia yang memiliki sikap
afektif seperti ini, disebut Al-Qur’an dengan sebutan jauh lebih buruk dari
binatang.
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk
penghuni neraka Jahannam kebanykan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak mempergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka
mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga, tetapu tidak dipergunakan untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi.mereka itulah orang-orang yang lalai.”
3.
Fungsi ‘Amalan
Fungsi ‘amalan adalah tampilan
daya-daya psikis dalam bentuk tingkah laku. Dengan kata lain ‘amalan
adalah bentuk empirik dari daya-daya psikis manusia. Dalam ‘mazhab psikologi
motivatif’ yang ditawarkan oleh Noeng Muhadjir dijelaskan bahwa obyek
formilnya adalah “makna mental kreatif moralistik perilaku manusia”. Artinya,
bahwa objek telaahan psikologi motivatif adalah perilaku manusia yang bersifat
mental, kreatif, dan moralistik. Perilaku bersifat mental adalah bahwa
perbedaan perilaku manusia dengan makhluk lain terletak pada ada tidaknya peran
pemahaman kognitif, penghayatan afektif, perkembangan kualitas psikomotor, dan
juga ada tidaknya pengembangan pengorganisasian ketiganya dalam performansi.
Sifat kreatif berarti bahwa kognisinya atau
pengenalan, dan pengethuan tentang dirinya dan lingkungannya tidak diterima
secara pasif, tetapi selalu saja muncul kreasinya. Dan sifat moralistik,
mengandung makna bahwa perilaku manusia selalu berhubungan dengan moral.
No comments:
Post a Comment